Apakah Susah Mengubah Kebudayaan Copy-Paste?

2:14 PM


Sebenarnya aku tidak yakin juga copy-paste (copas) bisa disebut kebudayaan atau tidak, yang pasti hampir semua orang pernah copas karya orang lain, tanpa seizin si punya karya. Tak terkecuali aku. Ya, aku pernah copas beberapa kali untuk tugasku, itupun saat aku SMA. Sejak duduk di bangku kuliah, (InsyaAllah) aku tidak penah lagi mengerjakan tugas dengan copas seenaknya.

Semester ini kebetulan aku mengambil mata kuliah semester lalu dan berakhir satu kelompok dengan adik-adik tingkatku. Awalnya aku tidak masalah, toh sekarang kita sama-sama seorang mahasiswa. Saat tugas pertama diberikan, kami melakukan pembagian job-desc agar tugas kami tidak memakan banyak waktu. Aku volunteer untuk menjadi editor dan mengoreksi hasil pekerjaan teman-teman satu kelompokku. Pekerjaan yang sudah mereka kerjakan aku minta dikirimkan ke emailku. Kalian tau apa yang dikirimkan ke emailku? Ah aku ingin tertawa ketika mengingat ini lagi.

Jadi, kelompokku terdiri dari 7 orang, termasuk aku. Dari 6 orang anggota kelompok yang mengirimkan bagian kerjanya ke emailku, hanya 2 orang yang isinya masih digolongkan “paragraph”. I mean, mereka kebanyakan hanya mengirimkan gambar-gambar dan parahnya ada satu orang yang hanya mengirimkan link saja. Hal yang semakin membuatku gemas adalah email yang hanya berisi link itu diberi tambahan kalimat dibawahnya “maaf ya mbak cuma gini hehe” Aku benar-benar speechless saat itu. pada ahkirnya aku merombak dan mengedit semuanya.

Aku kira tugas kelompok dengan mereka sudah berakhir, ternyata masih ada lagi. Untung saja untuk tugas yang satu ini tidak ada yang hanya mengirimkan link atau gambar-gambar ke emailku. Hanya saja, aku rasa ini lebih parah dari sebelumnya. Beberapa dari mereka copas dari buku tanpa ditulis sumbernya dan ada juga yang copas dari website, dan itu blogspot. Mungkin untuk para mahasiswa, mengambil sumber materi dari blogspot, wordpress, dan sejenisnya merupakan suatu ke-haram-an tersediri. Tapi mereka dengan mudahnya copas begitu saja. Bagaimana aku tau mereka copas? Kemarin aku sempat iseng membuka website untuk melihat apakah suatu tulisan plagiat atau tidak. Dan benar saja perkiraanku, 98% isi dari tugas yang dikirimkan kepadaku copas dari blogspot. Beberapa kali aku sudah bilang pada mereka di group chat kami (ya, di group chat. Sulit untuk bertemu langsung karena berbeda jam kuliah) tapi hanya di read saja.

Sering kali aku mendengar, copas sama halnya dengan plagiat. Iya kan? Sama-sama mencontek hasil pekerjaan orang lain. Untung-untung jika pekerjaan yang dicontek itu benar, bila salah?

Tentu saja copas sangat menyenangkan untuk dilakukan. Efisien dari segi waktu. Kita tidak perlu berlama-lama duduk di depan computer atau laptop dan membuka berbagai macam jurnal yang di berhubungan. Selain itu, tidak perlu repot juga mencari buku dan membaca berbagai macam buku. Menyenangkan bukan?

Dibalik segala kemudahan untuk hal-hal yang tidak baik, pasti ada konsekuensinya. Salah satu konsekuensi yang paling besar adalah menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tentu saja membawa dampak negatif pada diri sendiri. Apasih yang membuatmu ingin copas? Tugas cepat selesai? Nilai bagus? Hanya itu? Once, Buya Hamka said, "Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja hanya sekedar bekerja, kera juga bekerja." Don’t you get it? Manusia tidak berbeda dengan babi ataupun kera jika tidak memaknai segala proses yang ada di kehidupannya. Jika hanya hidup dan bekerja, hewan juga bisa. Namun manusia punya akal. Tugas sekolah, tugas kuliah, dan sejenisnya merupakan salah satu proses yang ada di hidup manusia. Copas bukan cara untuk memaknai itu.

Sering kali aku merasa bukan pada posisi yang tepat untuk menuliskan tentang ini. Aku bukan orang yang 100% baik, suci, dan benar. Bukan. Aku juga belajar.

Semoga bermanfaat ya post kali ini, yuk sama-sama introspeksi diri.

You Might Also Like

0 comments

Contact Form

Name

Email *

Message *

Instagram