Komitmen antara Perempuan dan Laki-laki
8:30 PM
Beberapa hari lalu aku melihat foto baru yang
di-post oleh temanku di social media. Intinya, ia memberikan selamat pada
temannya yang baru saja dilamar oleh pacarnya. Pada kolom komentar, aku membaca
beberapa komentar yang menanyakan kapan temanku akan menyusul temannya untuk
segera melagsungkan lamaran. Aku tertawa membaca komentar yang ada disitu. Awalnya
hanya berniat untuk menggodanya dengan pacarnya, tapi aku tiba-tiba berpikir
bagaimana jika aku diposisinya?
Yah pikiran itu tiba-tiba muncul, out of the blue.
Jujur saja sampai sekarang aku belum pernah mempunyai pacar. Prisipku (dan
teman dekatku) adalah be the first and the last for my man. That’s why aku
tidak ingin pacaran biarpun usiaku sudah cukup untuk komitmen itu. Kembali lagi
ke pertanyaan tadi, bagaimana jika aku di posisi temaku yang tiba-tiba ditanyai
“kapan nyusul dilamar nih?” tentu saja itu hanya bercanda, tapi setidaknya
terbersit pikiran yang mempertanyakan hal yang sama. Banyak orang yang bilang
pacaran itu tahap perkenalan. Untukku sendiri, untuk mengenal seseorang yang
akan dijadikan pasangan seumur hidup tidak harus melalui tahap pacaran. Di
keluargaku, terutama ibuku, melarangku untuk pacaran.
Ya, aku dilarang untuk pacaran. Aku ingat saat itu (saat aku masih usia SD) ibuku bilang “kamu gaboleh pacaran sebelum bisa kerja dan cari penghasilan sendiri.” Aku menuruti perkataan ibuku, berhubung aku masih sangat polos saat itu. Seiring berjalannya waktu, aku melihat teman-temanku tumbuh sebagai remaja dan mulai ke tahap itu, pacaran. Aku memperhatikan bagaimana pola “pacaran” pada remaja seusiaku. Jalan bareng, pegangan tangan, makan bareng (si laki-laki yang membayar), berantem, putus, cari pacar baru, kemudian mengulang pola yang sama. Mungkin ada (banyak) yang tidak setuju dengan “pola pacaran” yang aku tulis di atas, tapi itu yang aku tau tanpa mengalami proses pacaran itu sendiri. Mungkin terkesan kolot, tapi menurutku pribadi, pacaran itu hal yang membuang-buang waktu. Aku mulai menyadari hal itu dari SMA. Awalnya memang aku ingin merasakan bagaimana rasanya punya pacar, ada lawan jenis yang tidak memiliki ikatan darah denganku, yang menyayangiku dengan tulus, tapi itu dulu. Dengan segala keasikan dan keseruan yang kuperoleh dari keluarga dan teman-temanku, rasanya aku tidak punya cukup waktu untuk hal seperti pacaran. Sejak SMA aku sedikit menjaga jarak dengan laki-laki (kecuali dengan teman dekatku) karena aku takut mulai muncul perasaan yang tidak seharusnya. Entahlah, aku bangga menjadi perempuan yang belum pernah pacaran. Tidak ada label “bekas” padaku. Aku bukan “mantan” dari siapapun.
Ya, aku dilarang untuk pacaran. Aku ingat saat itu (saat aku masih usia SD) ibuku bilang “kamu gaboleh pacaran sebelum bisa kerja dan cari penghasilan sendiri.” Aku menuruti perkataan ibuku, berhubung aku masih sangat polos saat itu. Seiring berjalannya waktu, aku melihat teman-temanku tumbuh sebagai remaja dan mulai ke tahap itu, pacaran. Aku memperhatikan bagaimana pola “pacaran” pada remaja seusiaku. Jalan bareng, pegangan tangan, makan bareng (si laki-laki yang membayar), berantem, putus, cari pacar baru, kemudian mengulang pola yang sama. Mungkin ada (banyak) yang tidak setuju dengan “pola pacaran” yang aku tulis di atas, tapi itu yang aku tau tanpa mengalami proses pacaran itu sendiri. Mungkin terkesan kolot, tapi menurutku pribadi, pacaran itu hal yang membuang-buang waktu. Aku mulai menyadari hal itu dari SMA. Awalnya memang aku ingin merasakan bagaimana rasanya punya pacar, ada lawan jenis yang tidak memiliki ikatan darah denganku, yang menyayangiku dengan tulus, tapi itu dulu. Dengan segala keasikan dan keseruan yang kuperoleh dari keluarga dan teman-temanku, rasanya aku tidak punya cukup waktu untuk hal seperti pacaran. Sejak SMA aku sedikit menjaga jarak dengan laki-laki (kecuali dengan teman dekatku) karena aku takut mulai muncul perasaan yang tidak seharusnya. Entahlah, aku bangga menjadi perempuan yang belum pernah pacaran. Tidak ada label “bekas” padaku. Aku bukan “mantan” dari siapapun.
Ketika mendengar kata komitmen antara wanita dan laki-laki, yang aku
bayangkan adalah si laki-laki datang ke orang tua si wanita dan meminta anaknya
untuk dijadikan istri. How romantic!
Terima kasih yang sudah membaca post panjang ini.
Untuk laki-laki yang membaca ini dan sedang dalam komitmen “pacaran”, segera halalkan hubungan
kalian atau tinggalkan saja pacarmu. Tega kalau perempuan yang sedang kalian
sayangi sudah memimpikan pelaminan dengan kamu tapi ternyata kamu sendiri tidak
serius? Think again!
0 comments