Dreams

12:04 PM

Pertanyaan umum ini sering muncul ketika aku mulai membayangkan mimpi-mimpi besarku terwujud suatu saat nanti, “siapa orang di dunia ini yang tidak mempunyai mimpi?” Sejak sekolah dulu, aku adalah seorang anak yang pemimpi. Memimpikan segala hal yang bisa jadi orang awam beranggapan bahwa mimpi itu adalah mimpi-di-siang-bolong. Sama seperti sekarang ini.

Bermimpi bukan suatu kejahatan. Aku berpikiran bahwa bermimpi mempunyai kekuatan “healing” yang luar biasa. Sering kali aku merasa down akan sesuatu, mimpi itu membantuku untuk bangkit lagi. Aku yakin bahwa dari semua mimpi yang aku punya, setidaknya ada beberapa yang akan terwujud. Itu yang membuatku terus berusaha.

Pernah aku membaca suatu quote, “parents kill their child dreams the most than anyone else”. Ya, itu terjadi padaku beberapa kali. Memang bukan dalam konotasi negatif, tapi karenanya beberapa kali aku harus berpikir ulang tentang mimpiku. Sempatkah aku menyinggung bahwa aku bukan dari keluarga mampu? Nah itu salah satu alasanku belakangan ini takut bermimpi terlalu tinggi. Jika dulu saat aku masih anak-anak, aku bermimpi dengan mudahnya akan segala hal yang aku inginkan, sekarang saat ingin bermimpipun, kondisi nyatapun terus membayang. Jika berbicara mengenai uang, dimana sekolah yang bagus yang tidak memungut biaya tinggi? Bahkan dulu saat aku SMA, dengan adanya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sekolahku masih saja memungut SPP dari muridnya dengan alasan sekolah itu sudah bertaraf internasional.

Aku tidak menyalahkan orang tuaku atas kondisi keluargaku saat ini, aku malah sangat berterima kasih. Sangat. Belakangan aku menyadari, meraka bukan tidak ingin aku punya mimpi besar dan mewujudkannya, tapi mereka ingin aku mempertimbangkan hal lain, yaitu kondisi mereka. Ketika aku beranggapan bahwa hal itu merupakan salah satu faktor “killing my dreams”, tapi aku salah. Back then, ketika mereka harus membiayaiku sekolah di sekolah nomor satu di kotaku, mereka tidak keberatan, sama sekali. Mungkin dulu aku seorang anak yang durhaka yang tidak peka dengan kondisi orang tuaku. Sekarang aku mulai menyadari, segala hal yang berhubungan dengan kata “membayar” sangat memberatkan keluargaku saat itu (mungkin hingga sekarang), tapi dengan cueknya orang tuaku tetap saja menyekolahkanku di sekolah dengan biaya tinggi itu. How great parents love. Hmmm, part ini membuat mataku berkaca-kaca haha.

Bukankah sekarang giliranku untuk membanggakan mereka?

Saat duduk di bangku kuliah, aku terbiasa dikelilingi oleh orang-orang dengan mimpi besar, ambisi tinggi, dan usaha keras. Hal itu membuatku berani bermimpi lagi. Tentu saja dengan kesadaran tentang kondisi keluargaku. Tapi, dengan berada di lingkunganku yang sekarang, aku menyadari mimpiku bisa terwujud tanpa harus membebani keluargaku. Banyak jalan menuju Roma, itu yang sering orang bilang.

Sekarang aku sedang dalam usahaku mewujudkan mimpi itu. tentu saja tidak dengan 100% guarantee mimpi itu akan terwujud. Tapi setidaknya aku mencoba. Pernah sekali di suatu kelas, dosenku bertanya, “Apa yang ingin kamu lakukan untuk membahagiakan dirimu?” aku menjawab, ingin bekerja dan menghasilkan uang. Lalu beliau bertanya lagi, “Apakah uang itu untuk dirimu sendiri?” aku menjawab, “tidak, untuk orang tuaku”. Beliau berkata bahwa hal-hal yang aku sebutkan untuk membahagiakan diriku tidak sepenuhnya untuk diriku. Sejak saat itu aku berpikir, apa hal yang benar-benar ingin aku lakukan untuk membahagiakan diriku sendiri?

Untuk saat ini, tidak ada. Mungkin untuk aku pribadi yang menjadi saksi hidup betapa beratnya kehidupan orang tuaku, satu-satunya sumber kebahagiaanku adalah mereka. Oleh karena itu aku sedang berusaha sebisa mungkin tidak menambah beban lagi pada mereka.

Sering aku mendengar, Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi apa yang kita butuhkan. Who knows apapun itu. yang pasti hal terbaik akan diberikan oleh Allah, and I believe that.

You Might Also Like

0 comments

Contact Form

Name

Email *

Message *

Instagram